Bukan fakta baru lagi jika ruang sidang DPR hanya berisi deretan kursi yang kosong melompong. Itulah daftar tabiat buruk anggota DPR yang tiada kunjung berkurang dari tahun ke tahun.
Tidak hanya itu, Anggota DPR juga autistik dan cenderung asyik dengan dirinya. Mereka nggak pernah peduli dengan desakan desakan rakyat. Bahkan, tidak sedikit anggota DPR yang bertingkah laku kayak preman. Memeras mitra kerja sebagai imbalan meloloskan suatu kebijakan atau RUU. Di saat lain mereka berubah menjadi calo.
Kasus alih fungsi hutan lindung di Bintan, Riau, dan Tanjung Api-Api, Sumatra Selatan, serta aliran dana Bank Indonesia adalah contoh nyata perilaku anggota dewan yang miring
Sayangnya, tabiat buruk anggota DPR itu berbanding terbalik dengan seonggok fasilitas yang diterima anggota DPR. Uang kehormatan mereka selalu ditingkatkan. Di samping itu, anggota DPR juga pandai mengarang. Mengarang aneka tunjangan untuk mereka. Seperti tunjangan komunikasi intensif, tunjangan listrik dan telepon, dan biaya perjalanan ke daerah pemilihan. Juga masih banyak fasilitas lain.
.
Setiap anggota DPR kini dibantu satu tenaga ahli. Adapun Badan Legislasi diperkuat 30 tenaga ahli. Paling kurang 580 tenaga ahli berkumpul di Senayan. Tapi kualitas produk undang-undang tetap saja rawan untuk ditinjau ulang di Mahkamah Konstitusi.
Semua fasilitas wah itu ternyata tidak juga mengubah perangai buruk anggota dewan. Mereka tetap saja merawat kemalasan. Tidak ada upaya nyata dari pimpinan DPR, pimpinan fraksi, ataupun pimpinan komisi untuk memperbaiki citra parlemen.
Memang muncul niat agar anggota DPR yang malas diumumkan dalam Rapat Paripurna DPR. Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Namun, gagasan itu ditentang. Muncul resistensi dengan berbagai alasan.
Alasan yang pertama anggota DPR bukanlah pegawai yang harus selalu ada di kantor. Mereka memiliki konstituen yang harus ditemui. Alasan yang mengada-ada. Sebab bukankah DPR punya masa reses, yang dipakai untuk mengunjungi daerah pemilihan?
Alasan lain menyangkut kewenangan. Siapa yang berwenang mengumumkan nama anggota dewan yang malas itu? Badan Kehormatan? Fraksi? Sekjen atau pimpinan DPR? Semuanya saling melempar dan merasa tidak berhak.
Intinya tidak ada kesungguhan untuk memperbaiki citra DPR. Malah sebaliknya, beramai-ramai membenamkannya.
Karena itu, masyarakat harus memberi sanksi sosial dengan mempermalukan anggota dewan yang malas itu. Itu kalau ingin DPR hasil Pemilu 2009 menjadi lebih baik.
Silahkan tulis pendapat/komentar Sampeyan mengenai tulisan di atas...
3 komentar:
mati aja mndingan dari pada ngabisin duit rakyat trs..dosa trs...
Ya begitulah "uniknya" negara kita ini mbak/mas anonim
inilah yg membuat qt jadi males ikut pemilihan wakil rakyat, udah ngabisin biaya banyak tapi hasilnya jauh dari yang diharapkan
Posting Komentar
Silahkan tuliskan pendapat Sampeyan